LAPORAN PRAKTIKUM TPHT
PEMBUATAN TELUR ASIN
(Muhammad Lukman Hakim)
dan (*)
Abstrak
Praktikum
ini bertujuan untuk mengetahui tahap proses pembuatan telur asin dan menguji
secara organoleptik meliputi rasa,
kemasiran, kekenyalan putih telur, warna kuning telur serta kesukaan. Metode
yang digunakan yaitu 4 telur itik dicuci bersih dengan air lalu adonan dibuat
dengan komposisi abu gosok : garam krasak : air dengan perbandingan 4 : 2 : 2
yang selanjutnya disebut T1, kemudian adonan kedua dibuat dengan komposisi batu
bata : garam krasak : air dengan perbandingan 4 : 2 : 2 yang selanjutnya
disebut T2. Kedua adonan diaduk kering lalu sedikit demi sedikit ditambahkan
air hingga adonan kalis. Kedua adonan digunakan untuk membungkus masing-masing
2 telur itik sampai permukaannya semua tertutup. Telur disimpan dalam baskom
selama 7 hari, setelah itu diuji meliputi rasa, kemasiran, kekenyalan putih
telur, warna kuning telur dan kesukaan. Hasil praktikum menunjukkan untuk T1
rasanya lebih asin, sangat masir, kenyal, warna kuning telur kuning orange dan
kesukaan yang tinggi dibandingkan T2.
Kata
kunci : telur asin, batu bata, abu gosok, kemasiran dan rasa asin.
PENDAHULUAN
Telur
merupakan pangan dengan sumber protein yang tinggi. Telur secara umum hanya dapat
disimpan selama 2 minggu di suhu ruang, sebab telur mudah busuk sehingga harus
dijaga kesegarannya agar nutrisi didalamnya tidak hilang. Penyimpanan telur
dapat dilakukan dikulkas maupun dengan cara pengolahan. Pengolahan yang
biasanya dilakukan yaitu pembuatan telur asin. Telur asin adalah proses
pengasinan yang biasanya dilakukan pada telur itik yang tujuannya untuk
pengawetan juga untuk membuat lebih lezat (Wirakusumah, 2005).
Pembuatan
telur asin sudah ada sejak jama dahulu, tentunya dengan cara yang berbeda-beda.
Pembuatan telur asin dapat dilakukan dengan banyak cara yaitu perendaman dalam larutan garam
garam jenuh dan pemeraman dengan menggunakan 2 jenis adonan antara lain adonan
batu bata dan abu gosok (Suprapti, 2006). Proses pengasinan atau pemeraman
tersebut mampu meningkatkan rasa, masir, besaran minyak yang keluar dari kuning
telur serta memperbesar diameter granula kuning telur (Wulandari, 2004). Tujuan
praktikum pembuatan telur asin yaitu untuk mengetahui tahap proses pembuatan
telur asin serta menguji telur asin tersebut secara organoleptik meliputi rasa,
kemasiran, kekenyalan putih telur, warna kuning telur dan kesukaan
panelis.
MATERI DAN METODE
Materi
dan metode yang digunakan dalam praktikum pembuatan telur asin antara lain 4
buah telur itik yang tidak retak cangkangnya dicuci bersih dengan air mengalir,
kemudian bahan seperti batu bat, abu gosok dan garam ditimbang dengan timbangan
(Excellent, Jepang) serta air diukur dengan gelas ukur. Adonan dibuat dengan
komposisi abu gosok : garam krasak : air
dengan perbandingan 4 : 2 : 2 atau 200 abu gosok : 100 gram : 230 ml yang
selanjutnya disebut T1, kemudian adonan kedua dibuat dengan komposisi batu bata
: garam krasak : air dengan perbandingan 4 : 2 : 2 atau 200 babtu bata : 100
gram : 75 ml yang selanjutnya disebut T2. Kedua adonan diaduk kering lalu
sedikit demi sedikit ditambahkan air hingga adonan kalis. Kedua adonan
digunakan untuk membungkus masing-masing 2 telur itik sampai permukaannya semua
tertutup. Telur disimpan dalam baskom selama 7 hari, lalu telur dibersihkan
dengan air dan direbus.
Pengujian
dilakukan dengan menguji secara organoleptik meliputi rasa asin, kemasiran,
kekenyalan putih telur, warna kuning telur dan kesukaan. Tujuan praktikum
pembuatan telur asin yaitu mengetahui tahap proses pembuatan telur asin.
Manfaat praktikum pembuatan telur asin yaitu melakukan pembuatan telur asin dan
menguji organoleptik telur asin meliputi rasa asin, kemasiran, kekenyalan putih
telur, warna kuning telur dan kesukaan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan
praktikum pembuatan telur asin yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai
berikut :
Kriteria
|
T1
|
T2
|
Rasa asin
|
1
|
3
|
Kemasiran
|
1
|
2
|
Kekenyalan putih telur
|
2
|
3
|
Warna kuning telur
|
2
|
3
|
Kesukaan
|
2
|
1
|
Sumber : data Primer Praktikum TPHT,
2017.
Keterangan
:
Rasa
asin Warna
kuning telur
Skor
1 : sangat asin Skor
1 : orange
2 : asin 2 : kuning orange
3 : agak asin 3 : kuning
4 : tidak asin 4 : kuning pucat
Kemasiran
Kesukaan
Skor
1 : sangat masir Skor
1 : sangat suka
2 : masir Skor 2 :
suka
3 : agak masir Skor 3 : kurang
suka
4 : tidak masir Skor 4 : tidak
suka
Kekenyalan
= idem
Berdasarkan
tabel diatas diperoleh hasil bahwa rasa
asin pada T1 menunjukkan hasil sangat asin sedangkan pada T2 menunjukkan hasil
agak asin. Rasa asin pada telur dipengaruhi oleh garam dalam adonan. Nurhidayat
dkk. (2013) menyatakan bahwa air dalam telur yang keluar bersamaan dengan
masuknya NaCl dalam telur sehingga telur terasa asin. Rasa asin yang dihasilkan
akan memberikan daya simpan telur yang lama. Hal ini sesuai dengan pendapat Ftri
(2007) yang menyatakan bahwa semakin tinggi kadar asin dalam telur asin akan meningkatkan daya simpan pada telur
karena garam berfungsi sebagai pengawet alami.
Tingkat
kemasiran perlakuan T1 menunjukkan nilai sangat masir sedangkan perlakuan T2
menunjukkan nilai masir. Kemasiran pada kuning telur terjadi karena masuknya
NaCl kedalam kuning telur sehingga membuat tekstur kuning menjadi agak
berpasir. Hidayat (2007) menyatakan bahwa masuknya NaCl dalam kuning telur
memberikan dampak tekstur berpasir pada kuning telur serta denaturasi protein
dalam kuning telur menyebabkan lemak kuning telur pecah. Hal ini diperkuat
dengan pendapat Nurhidayat dkk. (2013) yang menyatakan bahwa kemasiran telur
dipengaruhi oleh kemampuan NaCl untuk mengikat air yang afinitasnya lebih besar
daripada protein sehingga protein menggumpal dan terjadi proses masir pada
kuning telur.
Kekenyalan putih
telur untuk perlakuan T1 menunjukkan hasil yang kenyal sedangkan T2 menunjukkan
hasil agak kenyal. Kekenyalan ini dipengaruhi oleh air dan garam yang masuk
dalam telur. Hal ini sesuai dengan pendapat Munir dan Wati (2014) yang
menyatakan bahwa proses masuknya garam
dan air dalam telur atau proses fusi yang menyebabkan putih telur menjadi
kenyal. Faktor yang mempengaruhi kekenyalan putih telur yaitu tingkat
pemanasan. Hal ini sesuai dengan pendapat Purfianti (2013) yang menyatakan
bahwa lamanya proses pemanasan pada pembuatan telur asin akan mempengaruhi
tingkat kekenyalan pada putih telurnya.
Warna kuning
telur T1 menunjukkan hasil kuning orange sedangkan T2 menunjukkan hasil kuning
pucat. Hal tersebut tidak sesuai dengan pendapat Suprapti (2002) yang
menyatakan bahwa telur asin yang dieram dengan abu gosok akan mengahasilkan
warna kuning telur kuning pucat sedangkan yang dieram dengan batu bata akan
menghasilkan warna kuning telur yang kuning kemerahan. Hal ini diperkuat dengan
Suharno (2002) yang menyatakan bahwa warna kuning telur yang dibungkus dengan
adonan batu bata akan terbentuk warna kuning kemerahan sedangkan warna kuning
telur kuning orange karena telur dibungkus dengan adonan abu gosok.
Kesukaan panelis
terhadap perlakuan T1 yaitu sangat suka sedangkan untuk T2 hanya suka. Hal
tersebut menunjukkan penilaian panelis terhadap suatu produk itu untuk
mengetahui daya suka panelis. Hal ini sesuai dengan pendapat Apendi dkk. (2013)
yang menyatakan bahwa kesukaan panelis terhadap suatu produk itu berada diakhir
penilaian. Perlakuan T1 yang yang memiliki rasa sangat asin hanya disukai
panelis dengan daya suka yang kurang. Zulaekah dan Widiryaningsih (2005) mengatakan
bahwa rasa yang terlalu asin justru membuat daya suka konsumen berkurang.
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa telur yang diperam dengan adonan
abu gosok diperoleh rasa yang sangat asin, kemasiran telur yang tinggi,
kekenyalan putih telur yang normal, warna kuning telur berwarna kuning orange
dan kesukaan yang normal. Telur yang diperam dengan adonan batu bata diperoleh
rasa asin, kemasiran telur rendah, keknyalan putih telur yang rendah, warna
kuning telur yang kuning dan kesukaan yang tinggi.
DAFTAR
PUSTAKA
Apendi.,
K. Widayaka dan J. Sumarmono. 2013. Evaluasi kadar lemak bebas dan organoleptik
pada telur asin asap dengan lama pengasapan yang berbeda. J. Ilmiah Peternakan.
1 (1): 142 -150.
Fitri,
A. 2007. Pengaruh penambahan daun salam
(eugenia polyantha wight) terhadap kualitas mikrobiologis, kualitas organoleptis
dan daya simpan telur asin pada suhu kamar. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Sebelas Maret, Surakarta. (Skripsi Sarjana
Sains).
Hidayat,
A. 2007. Pengaruh Perbedaan Cara dan Lama Pemasakan Telur Asin Terhadap Sifat Organoleptik.
Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. (Skripsi
Sarjana Peternakan).
Munir,
I. M dan R. S. Wati. 2014. Uji organoletik telur asin dengan konsentrasi garam
dan masa peram yang berbeda. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten.
Nurhidayat, Y. J.
Sumarmono dan S. Wasito. 2013. Kadar
air, kemasiran dan tekstur telur asin ayam niaga yang dimasak dengan cara
berbeda. J. Ilmiah Peternakan. 1 (3) :
813 -820.
Purfianti, E. 2013. Uji organoleptik pada telur yang diasinkan dengan abu
pelepah kelapa dan dimasak dengan cara kukus dan asap. Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Surakarta. (Skripsi Sarjana
Pendidikan).
Suharno, B. 2002. Beternak Itik secara Intensif. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Suprapti,
M. L. 2006. Pengawetan Telur. Kanisius, Yogyakarta.
Wirakusumah,
E. S. 2005. Menikmati Telur Bergizi, Lezat dan Ekonomis. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Wulandari,
Z. 2004. Sifat fisiokimia dan total mikroba telur itik hasil teknik pengeraman
dan lama penyimpanan yang berbeda. Media Peternakan. 27 (2) : 28-45.
Zulaekah, S dan
E. N. Widiryaningsih. 2005. Pengaruh
konsentrasi ekstrak daun the pada pembuatan telur asin rebus terhadap jumlah
bakteri dan daya terimanya. J. Penelitian Sains dan Teknologi. 6 (1) :
1-13.
0 komentar:
Posting Komentar