BAB I
PENDAHULUAN
Penyuluhan
merupakan ilmu sosial yang mempelajari sistem dan proses perubahan pada
individu serta masyarakat agar dapat terwujud perubahan yang lebih baik sesuai
dengan yang diharapkan. Penyuluh pertanian merupakan pendidikan di luar sekolah
yang ditujukan kepada para peternak dan keluarganya, proses pendidikan ini
terjadi karena adanya komunikasi yang dalam penyuluhan pertanian proses
komunikasi ini berjalan dua arah, yaitu antara penyuluh pertanian sebagai
pemberi sumber informasi dan peternak beserta keluarganya itu sendiri sebagai
penerima sumberdan sebaliknya. Pada sebuah penyuluhan diperlukan suatu metode,
teknik dan media yang tepat agar apa yang dsampaiakan kepada peternak dapat
tercapai.
Usaha
penggemukan sapi potong merupakan salah satu mata pencaharian masyarakat
peternakan yang mempunyai prospek yang cerah untuk dikembangkan dimasa depan.
Hal ini terbukti dengan semakin banyak diminati masyarakat baik dari kalangan
peternak kecil, menengah maupun swasta atau komersial. Penggemukan sapi pada
dasarnya adalah mendayagunakan potensi genetik ternak untuk mendapatkan
pertumbuhan bobot badan yang efisien dengan memanfaatkan input pakan serta
sarana produksi lainnya, sehingga menghasilkan nilai tambah usaha yang
ekonomis.
Tujuan dari
praktikum ini adalah mahasiswa
mengetahui manajemen penggemukan sapi potong yang baik sehingga produktivitas
ternak meningkat. Manfaat dari praktikum ini adalah mahasiswa mampu menerapkan manajemen
penggemukan sapi potong yang baik.
BAB II
DATA LAPANG
2.1. Keadaan
Desa
Kelurahan Bulusan merupakan kelurahan yang
terletak di Kecamatan Tembalang, Kota Semarang dengan penduduk yang sebagian
besar merupakan mahasiswa luar kota dan sebagian kecil penduduk asli merupakan
peternak yang mengemban usaha peternakan skala kecil. Kelurahan Bulusan
memiliki sebuah kelompok tani ternak bernama KTT Maju Makmur dengan
komoditas utama yakni ternak kambing dan sapi potong. Wilayah peternakan kurang
strategis dan cukup jauh dari jalan utama, terdapat lahan kosong yang ditumbuhi
rumput dan digunakan peternak sekitar sebagai hijauan pakan ternak.
Data
statistik mennjukkan bahwa jumlah penduduk Kecamatan Tembalang sebanyak +
5.470 jiwa, 1.276 kepala keluarga, jumlah penduduk laki-laki 2.889 dan
perempuan 2.581 jiwa. Data yang diperoleh masih kurang valid dikarenakan
sebagian besar penduduk yang tinggal ialah mahasiswa luar kota. Wilayah Kelurahan Bulusan masih terdapat
lahan kosong yang ditumbuhi rumput yang banyak digunakan sebagai hijauan pakan
ternak.
Ilustrasi
1. Peta wilayah Kelurahan Bulusan
|
Tabel 1. Jumlah Penduduk Menurut
Tingkat Pendidikan di Kecamatan Tembalang Tahun 2014
No
|
Tingkat Pendidikan Penduduk
|
Jumlah (%)
|
1
|
Tidak Sekolah
|
19,06
|
2
|
SD
|
21,39
|
3
|
SMP
|
0,817361111
|
4
|
SMA
|
0,843055556
|
5
|
D1 D2 D3
|
4,07
|
6
|
D4 S1 S2 S3
|
4,16
|
Sumber :
Data
Sekunder Praktikum Penyuluhan, 2018.
Berdasarkan
Tabel 1 diketahui bahwa menurut tingkat pendidikannya penduduk di Kecamatan
Tembalang memiliki jumlah tingkat pendidikan SD yang paling tinggi yaitu 21,36%,
penduduk yang tidak sekolah yaitu 19,06%, tingkat pendidikan D4 S1 S2 S3 yaitu
4,16%, tingkat pendidikan D1 D2 D3 yaitu 4,07%, tingkat pendidikan SMP yaitu 0,843055556%
dan tingkat pendidikan SMA yaitu
0,817361111%.
Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut
Mata Pencaharian di Kecamatan Tembalang
Tahun 2014
No
|
Mata Pencaharian
|
Jumlah
Penduduk (Jiwa)
|
1
|
Petani Sendiri
|
549
|
2
|
Buruh Tani
|
455
|
3
|
Nelayan
|
0
|
4
|
Pengusaha
|
101
|
5
|
Buruh Industri
|
540
|
6
|
Buruh Bangunan
|
540
|
7
|
Pedagang
|
3615
|
8
|
Angkutan
|
1901
|
9
|
PNS & TNI/Polri
|
5781
|
10
|
Pensiunan
|
2690
|
11
|
Lainnya
|
26759
|
Jumlah
|
42931
|
Sumber :
Data
Sekunder Praktikum Penyuluhan, 2018.
Berdasarkan
Tabel 2 diketahui bahwa menurut jenis mata pencaharian penduduk di Kecamatan
Tembalang memiliki jumlah penduduk tertinggi dengan mata pencaharian sebagai
PNS & TNI/Polri sebanyak 5781 jiwa, sebagai petani sendiri sebanyak 549
jiwa, buruh tani sebanyak 455 jiwa, nelayan sebanyak 0 jiwa, pengusaha sebanyak
101 jiwa, buruh industri sebanyak 540 jiwa, buruh bangunan sebanyak 540 jiwa,
pedagang sebanyak 3615 jiwa, angkutan sebanyak 1901 jiwa, pensiunan sebanyak
2690 jiwa dan lainnya sebanyak 26759 jiwa.
2.2. Kondisi Peternakan
Populasi
ternak di Kelurahan Bulusan sebagian besar terdiri dari ternak sapi dan kambing
dengan keadaan peternakan yang masih bersifat tradisional dan pola pemeliharaan
yang sederhana. Ternak yang dipelihara masih sedikit, pengelolaan harian
seperti pemberian pakan dan sanitasi belum dilaksanakan dengan baik. Pakan yang
diberikan ialah rumput dan konsentrrat
yang dicampur ampas tahu dengan penggunaan ransum yang masih minim. Kandang
bagi ternak dibangun berdekatan dalam satu lokasi dan dekat dengan tempat
tinggal penduduk. Kandang dibuat sederhana dengan dinding dari papan,
beralaskan tanah, dan atap dari genting. Produktivitas ternak sapi masih belum
mampu mencapai bobot badan yang ideal.
2.2.1. Responden 1
Berdasarkan wawancara yang
dilakukan pada responden 1 diketahui bahwa responden satu ialah Bapak Sukimin
yang merupakan peternak sapi potong semenjak tahun 2002. Bapak Sukimin memiliki
permasalahan mengenai usaha ternak sapi potong yakni dengan polusi kotoran dan
bau yang diakibatkan oleh ternak dan mengganggu kenyamanan penduduk sekitar.
Limbah peternakan dapat mengakibatkan bakteri pathogen, pencemaran air bawah
tanah serta polusi bau. Menurut Haryati (2006) bahwa limbah peternakan dapat
dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas sehingga tidak terjadi pemupukan limbah
peternakan yang menimbulkan BOD dan COD (Biological/Oxygen Demand), bakteri
pathogen, kontaminasi air bawah tanah, debu, dan polusi bau. Pengolahan limbah
peternakan dapat memberikan keuntungan seperti memperoleh bahan bakar lain yang
dapat diperbaharui seperti biogas, dapat diproduksi dalam skala kecil. Menurut
Harahap dkk., (1978) bahwa pembuatan biogas dapat memberikan beberapa
keuntungan diantaranya mampu menghasilkan bahan bakar yang dapat diperbaharui,
dapat diproduksi dalam skala kecil dan sulit terjangkau listrik.
2.2.2. Responden 2
Berdasarkan wawancara yang
telah dilakukan dengan responden 2 diketahui responden 2 ialah Bapak Bastian
yang memulai usaha ternak sejak tahun 2009. Bapak Bastian memiliki permasalahan
terhadap produktivitas sapi potong yang tidak maksimal sehingga memilih beralih
beternak domba. Produktivitas ternak potong dapat diupayakan melalui penyediaan
pakan yang baik dan penanggulangan penyakit. Menurut Sodiq dan Budiono (2012)
bahwa diperlukan adanya kerjasama dalam kelompok tani meliputi penyediaan
pakan, pemberian pakan serta penanggulangan penyakit yang dapat dioptimalkan
melalui kerjasama yang baik antar peternak dalam kelompok ternak. Menurut Hadi
dan Ilham (2002) bahwa prospek usaha penggemukan di daerah dataran tinggi umum
dilakukan karena memiliki ketersediaan pakan cukup dan dapat menghasilkan
keuntungan yang besar.
2.2.3. Responden 3
Berdasarkan wawancara yang
kami lakukan dengan responden 3 diketahui responden ialah Bapak Mulyo yang
telah memulai usaha ternak sapi potong sejak tahun 2000. Permasalahan yang
dihadapi oleh Bapak Mulyo ialah lokasi kandang yang dekat dengan pemukiman warga
sehingga ternak mengalami gangguan apabila penduduk beraktifitas. Menurut
Setiawan (2002) bahwa lokasi peternakan sebaiknya jauh dari lokasi pemukiman
penduduk. Aktifitas perternakan dan penduduk tidak dapat berjalan secara
bersamaan dikarenakan ternak dapat mengalami stress apabila berada dekat dengan
lingkungan manusia dan manusia dapat terganggu dengan cemaran yang diakibatkan
oleh ternak. Menurut Faradis (2009) bahwa jarak peternakan dengan jalan raya
yang baik ialah sekitar 1 km dan jarak komplek kandang dengan pemukiman
penduduk terdekat ialah 15 meter.
2.2.4. Responden 4
Berdasarkan wawancara yang
dilakukan dengan responden 4 diketahui responden 4 ialah Bapak Murtadi yang
telah memulai usaha ternak kambing potong sejak tahun 1996. Permasalahan yang
dialami oleh Bapak Murtadi ialah tingkat kebuntingan ternak betina yang rendah
atau S/C sebesar 2. Hal ini dapat diakibatkan oleh pemberian pakan yang belum
memenuhi nutrisi, pengetahuan peternak mengenai masa birahi ternak betina.
Menurut Mulyono (2011) bahwa masa birahi terjadi hanya beberapa saat, yakni
saat hormon estrogen mencapai puncaknya
antara 24 – 48 jam. Pada masa tersebut kambing betina harus segera dikawinkan
agar dapat terjadi pembuahan dan menghasilkan kebuntingan. Pemberian pakan yang
bernutrisi juga dapat mempengaruhi aktifitas kesehatan organ reproduksi
kambing. Menurut Winugroho (2002) bahwa perbaikan nutrisi dapat menyebabkan
perbaikan fungsi ovarium yang disebabkan oleh kecukupan cadangan energi tubuh
ternak.
2.2.5. Responden 5
Berdasarkan wawancara yang
telah dilakukan diketahui bahwa responden 5 ialah Bapak Hardjo yang memulai
usaha ternak sapi potong sejak tahun 2000. Permasalahan yang dialami oleh Bapak
Hardjo ialah penyakit cacingan pada ternak. Penyakit ini memang tidak secara
langsung membunuh ternak, namun cacing dalam perut akan memanfaatkan nutrisi
untuk pertumbuhan ternak sehingga menyebabkan penurunan bobot badan sapi dan
nafsu makan sapi. Menurut Budiraharjo dkk., (2011) bahwa kondisi lingkungan
yang kurang memperhatikan kebersihan dapat menyebabkan gangguan penyakit pada
ternak. Menurut Hadi dan Ilham (2002) bahwa kendala umum yang dialami peternak
ialah penyakit cacingan pada ternak yang menyebabkan penurunan bobot tubuh
ternak sehingga ternak menjadi kurus kering akibat nutrisi yang diserap oleh
cacing.
2.3. Potensi yang Ada (SDA)
Peternakan
yang terletak di Kelurahan Bulusan dapat dikatakan belum berkembang dengan baik
apabila dibandingkan dengan potensi sumber daya alam yang tersedia. Kondisi
lingkungan memiliki potensi untuk pengembangan usaha peternakan dimana tampak
adanya lahan yang ditumbuhi hijauan yang cukup untuk menyediakan sumber pakan
bagi ternak. Sumber air bersih sudah cukup melimpah dan lokasi mudah dijangkau
oleh sarana transportasi yang cukup memadai dapat digunakan pengembangan
peternakan karena tidak terlalu jauh dari pusat kota.
Tabel 3. Data Luas
Penggunaan Lahan di Kota Semarang
No
|
Penggunaan
Lahan
|
Luas
(hektar)
|
1
|
Sawah
|
3701,3
|
2
|
Tegalan/ Kebun
|
7538,7
|
3
|
Ladang/ Huma
|
68640
|
4
|
Perkebunan
|
814
|
5
|
Ditanami Pohon
|
1418,6
|
6
|
Padang Penggembalaan/ Rumput
|
481,6
|
7
|
Sementara Tidak Diusahakan
|
10530
|
Sumber :
Data
Sekunder Praktikum Penyuluhan, 2018.
Berdasarkan
Tabel 3 diketahui bahwa penggunaan lahan di Kota semarang untuk sawah seluas 3701,3 hektar, tegalan/kebun seluas 7538,7 hektar, ladang/huma seluas 68640 hektar, perkebunan seluas 814
hektar, ditanami pohon 1418,6 hektar, padang penggembalaan/rumput seluas 481,6
hektar dan sementara
tidak diusahakan
seluas 10530 hektar.
Tabel 4. Data Populasi/Jumlah
Ternak di Kecamatan Tembalang Tahun 2013
No
|
Komoditas
|
Jumlah
|
1
|
Sapi Potong
|
149
|
2
|
Sapi perah
|
10
|
3
|
Kerbau
|
66
|
4
|
Kuda
|
2
|
5
|
Kambing
|
270
|
Jumlah
|
706
|
Sumber :
Data
Sekunder Praktikum Penyuluhan, 2018.
Berdasarkan
Tabel 4 diketahui bahwa jumlah ternak yang ada di Kecamatan Tembalang sebanyak
706 ekor, sapi potong sebanyak 149 ekor, sapi perah sebanyak 10 ekor, kerbau
sebanyak 66 ekor, kuda sebanyak 2 ekor dan kambing sebanyak 270 ekor.
2.4. Masalah yang ditemukan
Berdasarkan kegiatan wawancara yang telah dilakukan di Kelurahan
Bulusan diketahui bahwa masalah yang sering dihadapi peternak ialah rendahnya
hasil produksi dari ternak terutama sapi yang dipelihara. Hasil produksi yang
kurang maksimal disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya ialah pemanfaatan
ternak yang kurang optimal, faktor tingkat pendidikan yang rendah sehingga
dalam beternak hanya mengandalkan pengalaman beternak berdasarkan pemahaman dan
pengetahuian peternak saja, peternak kurang mampu memanfaatkan teknologi yang
semakin berkembang. Rendahnya kesadaran peternak sehingga ternak bisa mengalami penyakit seperti
cacingan yang disebabkan oleh sanitasi kandang yang kurang baik. Pemberian pakan
yang kurang diperhatikan dan konstruksi kandang yang kurang sesuai. Berdasarkan
masalah-masalah tersebut dapat menyebabkan produksi ternak kurang optimal dan menyebabkan
rendahnya keuntungan peternak.
BAB III
PENENTUAN
DAN PEMBAHASAN MASALAH
3.1. Penentuan Masalah
Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan di Kelompok Tani
Maju Makmur diperoleh hasil bahwa masalah yang dihadapi oleh para peternak Sapi potong adalah produktivitas
sapi potong yang kurang baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Wiyatna (2012)
yang menyatakan bahwa permasalahan yang sering dihadapi oleh peternakan rakyat
sapi potong adalah produktivitas ternak yang rendah. Produktivitas yang rendah menyebabkan kerugian bagi
peternak karena hasil yang diperoleh dari pemeliharaan sapi potong
sedikit. Hal ini sesuai
dengan pendapat Siregar (2009) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi pendapatan peternak adalah produktivitas pada sapi, sapi yang
memiliki produktivitas rendah akan menghasilkan pendapatan yang rendah.
3.2. Pembahasan Masalah
Sapi potong merupakan salah satu dari
sekian banyak komoditas peternakan yang memiliki peranan sebagai penghasil
produk pangan, tenaga kerja, energi dan pupuk. Menurut Abidin (2008) sapi
potong adalah jenis sapi khusus dipelihara untuk digemukkan karena
karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup
baik. Produktivitas ternak sapi dipengaruhi oleh genetik, pakan dan tatalaksana. Menurut
Wiyatna (2012) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi produktivitas sapi
adalah genetik, pakan dan manajemen pemeliharaan. Pemberian pakan yang tidak
sesuai kebutuhan akan menyebabkan produktivitas rendah. Hal ini sesuai dengan
pendapat Hartatik
(2010) yang menyatakan bahwa ternak-ternak sapi yang dipelihara pada peternakan
rakyat secara umum akan mengalami kekurangan pakan karena jumlah pakan yang
diberikan biasanya tidak sesuai dengan kebutuhan ternak, kualitasnya rendah,
dan jarang sekali yang memberikan pakan tambahan seperti konsentrat.
Pada usaha
penggemukan, aspek yang sangat penting adalah pemberian pakan konsentrat. Hal
ini sesuai dengan pendapat Febrina dan Liana (2008) yang menyatakan bahwa kualitas serta
kuantitas pakan yang diberikan merupakan aspek terpenting dalam penggemukan
sapi potong. Persoalan yang
dihadapi peternak di pedesaan adalah belum terbiasa memberikan konsentrat untuk
memacu pertumbuhan sapi dengan alasan biaya yang relatip mahal. Hal ini sesuai
dengan pendapat Wiyatna (2012) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang menjadi permasalahan pada
peternakan rakyat adalah belum terbiasa memberikan konsentrat. Untuk memperoleh hasil
yang optimal, terdapat beberapa hal pokok yang perlu mendapatkan perhatian dari
peternak dalam pengelolaan usaha penggemukan sapi potong, yaitu pemilihan
bibit/bakalan, sistem penggemukan, pakan dan cara pemberiannya, penyediaan
kandang dan pengendalian dan pencegahan penyakit.
BAB IV
PEMECAHAN
MASALAH
Berdasarkan masalah yang dihadapi
peternak sapi potong di Kelurahan Bulusan, dapat dilakukan pemecahan masalah
dengan cara memperbaiki manajemen penggemukan dalam pengelolaan usaha penggemukan
sapi potong yang meliputi pemilihan bibit/bakalan yang unggul, memperbaiki sistem penggemukan, memperbaiki pakan dan cara
pemberiannya, penyediaan kandang yang baik serta pengendalian dan pencegahan penyakit. Hal ini sesuai dengan pendapat Abidin (2008)
yang menyatakan bahwa produktivitas sapi dapat diperbaiki dengan cara memilih
bakalan yang unggul, melakukan perbaikan sistem penggemukan dan pemberian
pakan. Produktivitas sapi depengaruhi oleh genetik, pakan dan manajemen
pemeliharaan. Hal ini sesuai pendapat Wiyatna (2012) yang menyatakan bahwa
faktor yang mempengaruhi produktivitas sapi adalah genetik, pakan dan manajemen
pemeliharaan.
Keterampilan dalam memilih bibit
(sapi bakalan) merupakan langkah awal yang sangat menentukan dalam suatu usaha
penggemukan sapi potong. Hal ini sesuai dengan pendapat Abidin (2008) yang menyatakan bahwa pemilihan
bakalan yang baik menjadi langkah awal yang sangat menentukan keberhasilan
usaha. Salah satu tolak ukur penampilan produksi sapi potong adalah pertambahan
berat badan harian. Pemilihan bakalan untuk tujuan
penggemukan harus memperhatikan bangsa sapi, jenis kelamin, umur dan kondisi awal
yang baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Budiraharjo et al. (2011) yang menyatakan bahwa pemilihan bakalan sapi ini
bertujuan untuk menghasilkan ternak sapi potong yang sehat, tidak cacat dan
mempunyai harga jual tinggi sehingga nantinya dapat memberikan keuntungan
kepada para peternak.
Manajemen
penggemukan dapat diperbaiki dengan melakukan perubahan sistem penggemukan yang lebih
baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Talib
(2001) yang menyatakan bahwa salah satu penyebab manajemen penggemukan yang kurang baik yaitu karena pada sebagian besar pemeliharaan sapi potong di peternakan rakyat masih belum berorientasi
pada peningkatan efisiensi produksi dan masih mempertahankan sistem tradisional yang telah
ada. Salah satu sistem
penggemukan sapi potong yang biasa dilakukan oleh peternak adalah sistem
kereman. Hal ini sesuai dengan pendapat Sugeng
(2002) yang menyatakan bahwa sistem kereman merupakan sistem
penggemukan yang banyak dilakukan oleh peternak yaitu dengan menempatkan sapi dalam
kandang secara terus menerus selama beberapa bulan dan pemberian pakan dan
minum dilakukan dalam kandang, tidak dilakukan penggembalaan selama proses
berlangsungnya penggemukan.
Pemberian pakan
yang baik harus sesuai dengan kebutuhan ternak baik dari segi kuantÃtas maupun
kualitasnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Wina (2005) yang menyatakan
bahwa pemberian pakan yang rendah kualitasnya juga akan menyebabkan kondisi dan
fungsi rumen kurang baik sehingga akan menyebabkan proses penyerapan nutrisi
pakan terganggu. Tujuan pemberian pakan dalam suatu usaha penggemukan sapi potong adalah
untuk memperoleh pertambahan bobot badan secara maksimal. Hal ini sesuai
dengan pendapat Febrina dan Liana (2008) yang menyatakan bahwa pemberian pakan yang
memiliki kualitas baik bertujuan untuk meningkatkan produktivitas sapi potong. Bahan pakan utama ternak
sapi penggemukan adalah dalam bentuk hijauan yaitu berasal dari rumput unggul,
rumput lokal dan leguminosa serta pemberian pakan penguat berupa konsentrat untuk melengkapi
kekurangan gizi dari hijauan pakan ternak.
Penyediaan kandang
yang baik untuk sapi yang digemukkan berfungsi sebagai tempat berlindung ternak
terhadap cuaca dan untuk membatasi ruang gerak agar penimbunan daging dan lemak
cepat terjadi serta pertambahan bobot badan lebih cepat. Hal ini sesuai
dengan pendapat Abidin (2008) yang menyatakan bahwa fungsi kandang adalah melindungi sapi potong dari gangguan
cuaca, tempat sapi beristirahat dengan nyaman, mengontrol agar sapi tidak
merusak tanaman di sekitar lokasi, tempat pengumpulan kotoran sapi, melindungi
sapi dari hewan pengganggu, dan memudahkan pelaksanaan pemeliharaan sapi
tersebut. Kandang yang
baik merupakan salah satu aspek untuk meningkatkan produktivitas ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Kutsiyah (2012) yang
menyatakan bahwa Pakan yang diberikan memenuhi kebutuhan
ternak, bangunan kandang sehat
dan nyaman, pemeliharaan disesuaikan dengan fase
hidup sapi.
Pengendalian penyakit
sapi yang paling baik yaitu menjaga kesehatan sapi dengan tindakan pencegahan
guna mencegah timbulnya penyakit yang dapat mengakibatkan kerugian. Tindakan
pencegahan untuk menjaga kesehatan sapi meliputi menjaga kebersihan kandang
beserta peralatannya, sapi yang sakit dipisahkan dengan sapi sehat dan segera
dilakukan pengobatan, mengusahakan lantai kandang selalu kering, memeriksa
kesehatan sapi secara teratur dan dilakukan vaksinasi sesuai petunjuk. Hal ini
sesuai dengan pendapat Ngadiyono (2007) yang menyatakan bahwa kandang yang bersih selain
mencegah timbulnya penyakit, juga memberikan kenyamanan bagi ternak maupun
peternak. Tindakan pencegahan penyakit yang dapat dilakukan selain
sanitasi kandang dan lingkungan disekitar kandang, tidakan pencegahan juga bisa
dengan melakukan vaksinasi terhadap ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat
Tjahjati (2001) yang menyatakan pemberian vaksinasi sebaiknya dilakukan setiap
2 – 3 bulan sekali yang berguna sebagai pencegahan terhadap penyakit menular.
BAB V
PERENCANAAN
KERJA
5.1. Materi
Materi yang dapat diberikan oleh penyuluh untuk peternak
ialah sesuai dengan masalah yang ditemukan di lapangan. Identifikasi masalah
dan sebagai penyuluh harus memiliki kemampuan penguasaan materi, cara
penyampaian materi serta pemberian motivasi agar peternak merubah pola pikirnya
menjadi lebih maju (Yusuf dan Tasripin, 2011). Berdasarkan hasil praktikum
diketahui
masalah produktivitas sapi potong yang rendah yang dapat diselesaikan dengan
memperbaiki manajemen pengemukan sapi. Materi yang digunakan ialah dengan memberi arahan
agar ternak tidak hanya dipelihara dengan perkiraan dari pengalaman namun juga
berdasarkan teori yang dapat dipelajari oleh peternak, memberikan penyuluhan
berupa pentingnya sanitasi sebagai usaha pencegahan penyakit pada ternak, memberikan
informasi mengenai cara pemberian pakan berdasarkan kebutuhan ternak dan cara
membangun kandang yang baik, cara memilih induk berkualitas sehingga mampu
melahirkan anak setiap tahun. Penyuluhan dengan metode dan media yang tepat
agar peternak mampu menyerap informasi dengan mudah. Menurut pendapat Sadono
(2009) bahwa materi yang diberikan untuk peternak harus mampu menarik perhatian
dan dapat merangsang sehingga menimbulkan keinginan peternak merubah pola pikir
menjadi lebih baik.
5.2. Media
Media yang dipakai dalam penyampaian materi penyuluhan kepada
peternak terdiri dari media cetak dan media elektronik. Media cetak yang
digunakan yaitu poster dan booklet. Media booklet merupakan jenis media yang
menghubungkan penyuluh dengan masyarakat dalam bentuk cetakan yang bersifat
mendidik, informatif, mudah dibawa dan dapat dibaca berulang kali. Hal ini
sesuai dengan pendapat Mardiningsih (2009) yang menyatakan bahwa media booklet
dapat digunakan oleh berbagai golongan masyarakat, dengan cara penyajian dalam
bentuk seperti buku yang lebih efisien dan informatif. Poster merupakan media
cetak yang berisi gagasan dengan bentuk gambar, sehingga mudah dipahami dan
diikuti oleh pembaca. Hal ini sesuai dengan pendapat Sanjaya (2015) yang
menyatakan bahwa poster adalah media yang digunakan untuk menyampaikan
informasi maupun saran yang merangsang keinginan untuk melakukan isi oesan yang
dikandungnya. Media elektronik yang digunakan yaitu LCD proyektor. Penggunaan
LCD proyektor akan memudahkan dalam penyampaian pesan kepada masyarakat. Hal
tersebut dikarenakan penangkapan materi yang mudah dan jelas serta mampu
menampilkan gagasan dalam bentuk video. Hal ini sesuai dengan pendapat
Enterprise (2013) yang menyatakan bahwa LCD memiliki kelebihan tersendiri dalam
menyampaikan materi, yaitu mampu menampilkan video.
5.3. Metode
Metode penyuluhan dibagi menjadi dua yaitu secara langsung
dan tidak langsung. Metode penyuluhan secara langsung yaitu penyuluh
menyampaikan materi secara perorangan maupun dalam suatu kelompok sehingga
lebih efektif. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyid (2012) yang menyatakan
bahwa metode
pendekatan kelompok sangat efektif apabila dibandingkan dengan metode lainnya
karena peternak dibimbing dan diarahkan secara berkelompok untuk melakukan kegiatan
yang lebih produktif. Pengetahuan dan wawasan peternak menjadi bertambah
melalui diskusi kelompok. Metode penyuluhan secara tidak langsung yaitu dengan
menggunakan media cetak seperti poster dan booklet. Penggunaan media cetak
dalam penyuluhan sangat efektif dan komunikatif karena lebih mudah dimengerti.
Hal ini sesuai pendapat Mardiana (2001) bahwa penggunaan media cetak dalam penyuluhan sangat menarik, efektif dan
komunikatif. Sehingga dengan menggunakan media cetak dalam penyuluhan peternak
dapat lebih paham dan mengerti pesan yang disampaikan oleh penyuluh.
5.4. Jadwal Kegiatan/Pelaksanaan
Penyuluhan
akan dilaksanakan pada bulan Mei 2018 di Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas
Diponegoro. Urutan rencana kerja penyuluhan yaitu memberikan pre test, menyampaikan isi
materi penyuluhan dan memberikan post test sebagai evaluasi dari materi yang
sudah disampaikan.
Judul : Manajemen Penggemukan Sapi Potong di
Kelurahan Bulusan
Kecamatan Tembalang Kota Semarang.
Media : Booklet, poster dan LCD
proyektor
Metode : Diskusi
Materi :
Manajemen Penggemukan Sapi Potong
Manajemen
penggemukan sapi potong merupakan sebuah manajemen atau tata laksana yang digunakan
untuk penggemukan sapi potong. Manajemen penggemukan sapi potong dapat berupa
manajemen pemilihan bibit, pemeliharaan, pakan, perkandangan dan kesehatan
ternak.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan
hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa peternak sapi potong di Kelurahan Bulusan belum
memperhatikan manajemen penggemukan sapi potong dengan baik dan permasalahan
yang terjadi yaitu produktivitas ternak yang rendah. Metode yang telah digunakan dapat
dimanfaatkan secara optimal, karena para peternak mampu menyerap informasi yang
telah diberikan dengan baik. Metode booklet merupakan metode yang cocok untuk
menyampaikan informasi ke sasaran karena peternak mudah mengerti informasi yang
ada pada booklet
dan terdapat sedikit gambar yang membuat informasi menjadi menarik. Metode
pendekatan kelompok dengan cara demontrasi dan ceramah dirasa efektif untuk
menyampaikan informasi yang diberikan. Masalah utama yang terdapat Kelompok Tani
Maju Makmur Kelurahan Bulusan yaitu produktivitas sapi potong yang rendah.
6.2. Saran
Sebaiknya
para peternak di Kelurahan Bulusan membuat kelompok binaan dari dinas
peternakan maupun swasta yang berkompetensi menangani tentang manajemen
penggemukan sapi potong.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 2008.
Penggemukan Sapi Potong. Agro Media Pustaka, Jakarta.
Budiraharjo, K.,
Handayani, M., dan Sanyoto, G. 2011. Analisis profitabilitas usaha penggemukan
sapi potong di kecamatan gunungpati kota semarang. Mediagro. 7(1) : 86-102.
Enterprise, J.
2013. Inspiring Presentation. Elex Media Komputindo, Jakarta.
Faradis, H.A.
2009. Evaluasi kecukupan nutrient pada ransum ayam broiler di Peternakan CV
Perdana Putra Chicken Bogor. Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas
Diponegoro, Semarang. (Skripsi).
Febrina, D., dan
Liana, M. 2008. Pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan ruminansia pada
peternak rakyat di Kecamatan Rengat Barat Kabupaten Indragiri Hulu. J. Peternakan. 5(1)
: 104-108.
Harahap, F.M.,
Apandi dan S. Ginting. 1978. Teknologi Gasbio. Pusat Teknologi Pembangunan
Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Hartatik, T.
2010. Keragaman morfologi dan diferensiasi genetik sapi Peranakan Ongole di
peternakan rakyat. J. Ilmu Ternak dan Veteriner. 4(2) : 23-29.
Haryati, T. 2006.
Biogas: limbah peternakan yang menjadi sumber energy alternatif. Wartazoa.
16(3) : 160 – 169.
Kusmiati, I., U.
Subekti dan W. Windari. 2007. Adopsi Petani Ternak terhadap Pelaksanaan
Inseminasi Buatan pada Kambing Kacang di Kecamatan Sawahan Kabupaten Madiun Propinsi
Jawa Timur. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian,
Magelang.
Kusmiati, I., U.
Subekti dan W. Windari. 2007. Adopsi petani ternak terhadap pelaksanaan
inseminasi buatan pada Kambing Kacang di Kecamatan Sawahan Kabupaten Madiun
Propinsi Jawa Timur. J Ilmu-Ilmu Pertanian. 2(7) : 45-56.
Kutsiyah, F. 2012.
Analisis pembibitan sapi potong di pulau madura. Wartazoa. 22(3) : 113-126.
Mardiana, E.
2011. Analisis efektifitas metode penyuluhan pada masyarakat pesisir. Jurnal
Agribisnis. 10(3): 15-20.
Mardikanto, T.
1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Universitas Sebelas Maret Press,
Surakarta.
Mardiningsih, D. 2009. Efektivitas Media Cetak dalam Usaha
Meningkatkan Pengetahuan Peternak Ayam Buras tentang Flu Burung. Seminar Nasional
Kebangkitan Peternakan, Semarang.
Mulyono, S. 2011. Teknik Pembibitan Kambing dan Domba. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Ngadiyono, N. 2007. Beternak Sapi. PT Citra Aji Pratama,
Yogyakarta.
Padmo, S. 2000. Media Penyuluhan Pertanian dan Komunikasi.
Departemen Pertanian, Jakarta.
Rasyid, A. 2012. Metode komunikasi penyuluhan pada petani sawah.
J. Ilmu Komunikasi. 1(1) : 1-55
Sadono, D. 2009. Perkembangan pola komunikasi dalam penyuluhan
pertanian di Indonesia. J. Komunikasi Pembangunan. 2(7) : 45-56.
Sanjaya, D. 2015. Perencanaan dan Desain Sistem
Pembelajaran. Prenadamedia, Jakarta.
Setiawan, A.I. 2002. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Siregar, S. A. 2009. Analisis Pendapatan Peternak Sapi Potong di
Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
(Skripsi)
Sodiq, A. dan M. Budiono. 2012. Produktivitas sapi potong pada
kelompok tani ternak di pedesaan. J. Agripet. 12(1) : 28 – 33.
Sudjana, N. dan A. Rivai. 1990. Media Pengajaran.
Sinar Baru, Bandung.
Suriatna, S. 1987. Metode Penyuluh Pertanian. PT. Mediatama,
Jakarta.
Talib, C. 2001. Pengembangan sistem perbibitan sapi potong
nasional. Wartazoa. 11(1) : 10-19.
Tjahjati.
2001. Ilmu Penyakit Ternak 2. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Wina, E. 2005. Teknologi pemanfaatan mikroorganisme dalam pakan
untuk meningkatkan produktivitas ternak ruminansia di Indonesia: Sebuah Review.
Wartazoa. 15(4) : 173-186.
Winugroho, M. 2002. Strategi pemberian pakan tambahan untuk
memperbaiki efisiensi reproduksi induk sapi. Jurnal Litbang Pertanian 21(1) :
19 – 23.
Wiyatna, M. F. 2012. Produktivitas Sapi Peranakan Ongole pada
Peternakan Rakyat di Kabupaten Sumedang (Productivity of Peranakan Ongole
Cattle on traditional farm system in Sumedang Region). J. Ilmu Ternak. 12(2) :
23-29.
Yunasaf, U. dan D. S. Tasripin.
2011. Peran penyuluh dalam proses pembelajaran peternakan sapi perah di KSU
Tandangsari Sumedang. . Ilmu Ternak. 2(11) : 98-103.
Yusuf,
D dan Tasripin. 2011. Deskripsi sapi perah FH. Fakultas Peternakan, Universitas
Padjadjaran, Bandung.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto dengan responden 1
Nama Responden : Bapak Bastian
Usia : 45 tahun
Alamat : : Kelurahan
Bulusan, Kecamatan Tembalang
Kota Semarang
Pendidikan terakhir : S1
Pengalaman beternak : 6 tahun
Lampiran 2. Foto dengan responden 2
Nama Responden : Bapak Sukimin
Usia : 63 tahun
Alamat : : Kelurahan
Bulusan, Kecamatan Tembalang
Kota Semarang
Pendidikan terakhir : SD
Pengalaman beternak : 11 tahun
Lampiran 3. Foto dengan responden 3
Nama Responden : Bapak Mulyo
Usia : 62 tahun
Alamat : : Kelurahan
Bulusan, Kecamatan Tembalang
Kota Semarang
Pendidikan terakhir : SMP
Pengalaman beternak : 9 tahun
Lampiran 4. Foto dengan responden 4
Nama Responden : Bapak Murtadi
Usia : 69 tahun
Alamat : : Kelurahan
Bulusan, Kecamatan Tembalang
Kota Semarang
Pendidikan terakhir : SD
Pengalaman beternak : 9 tahun
Lampiran 5. Foto dengan responden 5
Nama Responden : Bapak Hardjo
Usia : 58 tahun
Alamat : : Kelurahan
Bulusan, Kecamatan Tembalang
Kota Semarang
Pendidikan terakhir : SD
Pengalaman beternak : 12 tahun
Lampiran 6. Kuesioner
A.
Identitas Peternak
Nama Responden :
Usia :
Alamat :
Pendidikan terakhir :
Pengalaman beternak :
B.
Usaha Peternakan
Jenis ternak yang diternakkan :
Awal memulai usaha :
Target usaha yang diinginkan :
Jumlah populasi ternak :
Alasan memilih ternak yang diternakkan :
Bobot badan rata-rata ternak :
Jumlah ternak jantan :
Jumlah ternak betina :
Jumlah ternak saat awal usaha :
Kendala selama beternak :
Penyakit yang pernah menyerang :
Asal ternak sebelum dibeli :
Persiapan awal memulai beternak :
Luas kandang :
Jumlah kandang :
Pakan yang diberikan :
Pemberian pakan :
Asal bahan pakan :
Jenis obat yang diberikan :
Lampiran 6. (Lanjutan)
Cara mengetahui ternak yang sakit :
Penanganan pada ternak sakit :
Penanganan pencegahan penyakit :
Pengolahan limbah peternakan :
Sistem pemasaran sapi :
Harga jual per ekor sapi :
C.
Kondisi Lokasi Peternakan
Alamat Peternakan :
Latar belakang pemilihan
lokasi :
Luas usaha peternakan :
Topografi wilayahnya :
Jarak peternakan dengan
pemukiman penduduk :
Jarak peternakan dengan
tempat pemasaran :
Jarak peternaan dengan
pengolahan limbah :
Kondisi geografi :
D.
Pakan
Jenis pakan :
Harga
bahan pakan :
Asal
Pakan :
Jadwal pemberian pakan :
Cara pemberian pakan :
Pakan yang diguankan/hari/ekor :
Pakan tambahan :
Jadwal pemberian minum :
Cara pemberian minum :
Komposisi bahan pakan :
Lampiran 6. (Lanjutan)
E.
Metode pengenalan penyakit
Pendugaan penyakit :
Penyakit yang sering menyerang :
Cara penanganan dan pencegahan terhadap penyakit :
Cara sanitasi :
Limbah yang dihasilkan :
Pengolahan limbah :
Vaksin yang diberikan :
Waktu :
dilakukan oleh :
Obat :
Pemberian obat :
Penanganan :
F.
Perkandangan
Luas
lahan perkandangan :
Banyak
kandang :
Tipe
kandang :
Kapasitas
tiap kandang :
Kepadatan
tiap kandang :
Bahan
atap dan lantai kandang :
Kelayakan
kandang :
Biaya
pembuatan kandang :
Fasilitas
perkandangan :
Jarak
kandang dengan pam air :
Fasilitas kandang :
Jarang perkandangan dengan pemukiman :
Akses menuju perkandangan dan kandang :
Lampiran 6. (Lanjutan)
G.
Manajemen
Dana awal dalam berternak :
Jumlah ternak yang dimiliki :
Sistem pemeliharaan :
Biaya produksi :
Masalah yang sering dihadapi :
Pihak yang membantu siapa :
Harga beli bibit :
Penentuan harga jual :
Keuntungan :
Penjualan per tahun :
Tempat penjualan :
Metode penjualan :
Waktu jual :
Umur dan berat ternak yg dijual :
Harga
jual :
H.
Masalah dan solusi
Masalah yang sering dihadapi :
Masalah yang paling berpengaruh
terhadap produksi ternak :
Upaya peternak dilakukan untuk
mempengaruhi :
Keterlibatan pihak lain yang membantu
menyelesaikan masalah :
Cara pencegahan agar tidak muncul
masalah :
I.
Penyuluhan
Penyuluhan yang pernah
dilakukan :
Pihak penyelenggara
penyuluhan :
Lampiran 6. (Lanjutan)
Kapan penyuluhan dilakukan
:
Dimana penyuluhan
dilakukan :
Pengaruh penyuluhan yang
diadakan :
Apakah bantuan yang penah
diberikan
· Bentuk bantuan :
· Asal bantuan :
· Sifat bantuan :
Metode penyuluhan yang
pernah digunakan :
Media penyuluhan yang
pernah digunakan :
Frekuensi penyuluhan yang
pernah dilakukan :
Program penyuluhan yg
paling dibutuhkan :
Lampiran 7.
Evaluasi Praktikum Penyuluhan
1. Ilmu sosial yang mempelajari sistem dan proses perubahan
pada individu serta masyarakat agar dapat terwujud perubahan yang lebih baik
sesuai dengan yang diharapkan merupakan pengertian dari…
a. Komunikasi d. Penyuluhan
b. Pembelajaran e. Pembahuruan
c. Pengajaran
b. Pembelajaran e. Pembahuruan
c. Pengajaran
2. Penentuan masalah dilakukan dengan tujuan…
a. Untuk mengetahui
masalah d.
a, b dan c salah
b. Untuk mencari masalah e. a, b dan c benar
c. Agar bisa memecahkan masalah
b. Untuk mencari masalah e. a, b dan c benar
c. Agar bisa memecahkan masalah
3. Berikut ini adalah macam-macam media yang dapat digunakan
untuk penyuluhan, kecuali…
a. Koran d.
Poster
b. Booklet e. Proyektor
c. Leaflet
b. Booklet e. Proyektor
c. Leaflet
4. Metode penyuluhan terbagi menjadi 2, yaitu…
a. Langsung dan Tidak langsung d. Lama dan cepat
b. Nyata dan semu e. Berkontinyu dan tuntas
c. Individu dan kelompok
b. Nyata dan semu e. Berkontinyu dan tuntas
c. Individu dan kelompok
5. Penyuluhan yang baik akan memberikan dampak berupa…
a. Terjadi
perubahan secara positif d.
a dan b benar
b. Terjadi perubahan secara negatif e. a dan c benar
c. Meningkatnya taraf hidup masyarakat
b. Terjadi perubahan secara negatif e. a dan c benar
c. Meningkatnya taraf hidup masyarakat
Lampiran 7.
(lanjutan)
Kelompok
|
Pre-Test
|
Post-Test
|
II
|
70
|
95
|
III
|
65
|
93
|
Jumlah
|
135
|
188
|
Presentase
Pre-Test Kelompok II = ×100%
= 52%
Presentase
Pre-Test Kelompok III = ×100%
= 48%
Presentase
Post-Test Kelompok II = ×100%
= 51%
Presentase
Post-Test Kelompok III = ×100%
= 49%
0 komentar:
Posting Komentar