Loading...
Minggu, 01 April 2018

TERLANJLUR MENINGGALKAN TAHIYYAT AWAL  

█ *
✍ *DESKRIPSI MASALAH:*
Tahiyyat awal merupakan salah satu sunnah ab'adh dalam shalat, yaitu sebuah kesunnahan yang jika ditinggalkan ada anjuran sujud sahwi. Akan tetapi masih banyak orang yang bingung ketika sudah terlanjur berdiri tanpa melakukan tahiyyat awal. Banyak yang kembali duduk untuk melakukan tahiyyat awal.

✉ *PERTANYAAN:*
Apa yang harus dilakukan seseorang ketika terlanjur meninggalkan tahiyyat awal?

✉ *JAWABAN:*
la harus melanjutkan membaca surat al-Fatihah dan tidak boleh kembali duduk. Karena ketika posisinya sudah berdiri tegak, berarti dia sudah berada di tengah-tengah rukun shalat. Sehingga tidak diperbolehkan kembali duduk guna melakukan tahiyat awal yang merupakan kesunnahan. Hal ini berdasarkan kaidah fiqih:

*اَلْوَاجِبُ لَا يُتْرَكُ لِسُنَّةٍ*
_“Kewajiban tidak boleh ditinggalkan untuk melakukan kesunnahan."_

Selain itu dalam sebuah hadits disebutkan:

*إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ مِنَ الرَّكْعَتَيْنِ فَلَمْ يَسْتَتِمَّ قَائِمًا فَلْيَجْلِسْ فَإِذَا اسْتَتَمَّ قَائِمًا فَلَا يَجْلِسْ وَلْيَسْجُدْ سَجْدَتَيِ السَّهْوِ (رواه ابن ماجة)*
_"Ketika salah satu dari kalian berdiri dari dua rekaat dan belum sempurna berdiri, maka duduk tasyahhudlah. Jika telah sempurna berdiri, maka jangan duduk dan (gantilah) dengan dua sujud sahwi."_ *(HR. Ibnu Majah).*

📋 *Catatan:*
Hukum di atas berlaku jika menjadi imam dan shalat sendirian. Namun jika menjadi makmum, sedangkan imam dalam posisi duduk, maka harus kembali duduk untuk mengikuti imam.

📚 *REFERENSI:*

➊ Kitab *اَلْمُهَذَّبْ فِيْ فِقْهِ الْإِمَامِ الشَّافِعِيِّ*  Juz 1 halaman 90:

وَإِنْ نَسِيَ سُنَّةً نُظِرَتْ فَإِنْ ذَكَرَ ذٰلِكَ وَقَدْ تَلَبَّسَ بِغَيْرِهَا مِثْلُ أَنْ تَرَكَ دُعَاءَ الْاِسْتِفْتَاحِ فَذَكَرَ وَهُوَ فِي التَّعَوُّذِ أَوْ تَرَكَ التَّشَهُّدَ الْأَوَّلَ فَذَكَرَ وَقَدِ انْتَصَبَ قَائِماً لَمْ يَعُدْ إِلَيْهِ وَالدَّلِيْلُ عَلَيْهِ مَا رَوٰى الْمُغِيْرَةُ بْنُ شُعْبَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ {إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ مِنَ الرَّكْعَتَيْنِ فَلَمْ يَسْتَتِمَّ قَائِمًا فَلْيَجْلِسْ فَإِذَا اسْتَتَمَّ قَائِمًا فَلَا يَجْلِسْ وَلْيَسْجُدْ سَجْدَتَيْنِ} فَفَرَّقَ بَيْنَ أَنْ يَنْتَصِبَ وَبَيْنَ أَنْ لَا يَنْتَصِبَ لِأَنَّهُ إِذَا انْتَصَبَ حَصَلَ فِيْ غَيْرِهِ وَإِذَا لَمْ يَنْتَصِبْ لَمْ يَحْصُلْ فِيْ غَيْرِهِ فَدَلَّ عَلٰى مَا ذَكَرْنَاهُ.
*Artinya:*
Dan jika musholli (orang yang sholat) melupakan kesunnahan, maka dilihat dulu, jika ia mengingatnya sementara ia telah terlibat dengan pekerjaan lain, misalnya ia lupa do’a iftitah dan baru ingat disaat sedang membaca ta’awwudz, atau ia meninggalkan tasyahul awal dan baru ingat disaat ia telah berdiri tegak, maka si musholli tidak boleh kembali kepada kesunnahan yang telah ditinggalkannya tersebut. Dan dalil atas hukum permasalahan ini adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Mughiroh bin Syu’bah r.a: bahwasanya Nabi saw telah bersabda: _"Ketika salah satu dari kalian berdiri dari dua rekaat dan belum sempurna berdiri, maka duduk tasyahhudlah. Jika telah sempurna berdiri, maka jangan duduk dan (gantilah) dengan dua sujud.”_ Jadi, ada perbedaan antara telah tegak berdiri dan sebelum tegak berdiri. Karena ketika musholli telah tegak berdiri, maka ia telah berhasil [masuk] dalam pekerjaan yang lain. Dan jika ia belum berdiri tegak, maka ia belum berhasil [masuk] dalam pekerjaan yang lain. Maka hadits tersebut menjadi dalil atas pemasalahan yang telah kami tuturkan ini.

➋ Kitab *اَلْأَشْبَاهُ وَالنَّظَائِرُ* halaman 148:

الْقَاعِدَةُ الثَّالِثَةُ وَالْعِشْرُونَ: الْوَاجِبُ لَا يُتْرَكُ إلَّا لِوَاجِبٍ وَعَبَّرَ عَنْهَا قَوْمٌ بِقَوْلِهِمْ: الْوَاجِبُ لَا يُتْرَكُ لِسُنَّةٍ وَقَوْمٌ بِقَوْلِهِمْ مَا لَا بُدَّ مِنْهُ لَا يُتْرَكُ إلَّا لِمَا لَا بُدَّ مِنْهُ وَقَوْمٌ بِقَوْلِهِمْ جَوَازُ مَا لَوْ لَمْ يُشْرَعْ لَمْ يَجُزْ دَلِيلٌ عَلَى وُجُوْبِهِ، وَقَوْمٌ بِقَوْلِهِمْ مَا كَانَ مَمْنُوعًا إذَا جَازَ وَجَبَ ---إلى أن قال--- وَمِنْهَا: الْعَوْدُ مِنْ قِيَامِ الثَّالِثَةِ إلَى التَّشَهُّدِ الْأَوَّلِ، يَجِبُ لِمُتَابَعَةِ الْإِمَامِ لِأَنَّهَا وَاجِبَةٌ، وَلَا يَجُوزُ لِلْإِمَامِ وَالْمُنْفَرِدِ لِأَنَّهُ تَرْكُ فَرْضٍ لِسُنَّةٍ وَكَذَا الْعَوْدُ إلَى الْقُنُوتِ.
*Artinya:*
Kaidah yang ke dua puluh tiga (23): '"Kewajiban tidak boleh ditinggalkan kecuali karena kewajiban yang lain"_. Dan kaum (sekelompok ulama') mengungkapkannya dengan ucapan: _"Kewajiban tidak boleh ditinggalkan karena suatu kesunnahan"_. Dan sekelompok ulama' [yang lain lagi mengungkapkan] dengan ucapan: _"Sesuatu yang tidak boleh tidak (wajib), tidak boleh ditinggalkan kecuali untuk mengerjakan hal-hal yang tidak boleh tidak ada pula"_. Dan sekelompok ulama' [yang lain lagi mengungkapkan] dengan ucapan: _"Diperbolehkannya sesuatu yang seandainya tidak disyari'atkan adalah perbuatan terlarang, merupakan bukti akan kewajibannya"_. Dan sekelompok ulama' [yang lain lagi mengungkapkan] dengan ucapan: _"Aktivitas yang sebelumnya dilarang, ketika diperbolehkan maka hukumnya menjadi wajib"_. ......s/d...... Dan [contoh kasus yang] termasuk diantaranya adalah: [bagi makmum] Wajib kembali dari berdiri pada rekaat ketiga menuju ke tasyahud awal untuk mengikuti imam, karena sesungguhnya mengikuti imam merupakan hal yang wajib. Sedangkan bagi imam dan orang yang sholat munfarid tidak diperbolehkan, karena hal itu merupakan tindakan meninggalkan kewajiban karena kesunnahan. Demikian pula masalah kembali menuju ke do'a qunut.

0 komentar:

Posting Komentar

 
TOP