|
PRODUKSI TERNAK POTONG DAN KERJA
Oleh:
Faizatun Ni’mah
|
23010115140184
|
Rochimah Dyah S.
|
23010115130206
|
Rizka Putri R.
|
23010115130208
|
Alif Cahya P.
|
23010115130210
|
Ilham Agit H.
|
23010115130213
|
Septian Dwi C. S.
|
23010115130217
|
M. Lukman Hakim
|
23010115130219
|
Rusmadi
|
23010115130226
|
|
PROGRAM STUDI S1-PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
|
LEMBAR PENGESAHAN
Kelas : Peternakan E
Kelompok : VI (Enam)
Tanggal
Pengesahan : Mei 2017
Menyetujui,
Asisten Pembimbing
Produksi Ternak Potong dan Kerja
Riska Amalia
23010114140217
|
Koordinator Umum
Produksi Ternak Potong dan Kerja
Pandu Sukma Buana
23010114120071
|
Ketua
Laboratorium
Produksi Ternak Potong dan Perah
Prof. Ir. Agung Purnomoadi, M.Sc., Ph.D.
NIP. 19630504 198703 1 003
LEMBAR PENGESAHAN
Kelompok : VI (Enam)
Tanggal
Pengesahan : MEI 2017
Menyetujui,
Asisten Pembimbing
Produksi Ternak Potong dan Kerja
Riska Amalia
23010114140217
|
Koordinator Umum
Produksi Ternak Potong dan Kerja
Pandu Sukma Buana
23010114120071
|
Ketua
Laboratorium
Produksi Ternak Potong dan Perah
Prof. Ir. Agung Purnomoadi, M.Sc., Ph.D.
NIP. 19630504 198703 1 003
No
|
Hasil Praktikum
|
Pembahasan
|
Keterangan
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
1
|
Analisis Bahan
Kering Pakan
Konsentrat : 88,49%
Hijauan
Sapi
potong : 23,21%
Hijauan
Kambing
potong : 20,86%
|
Analisis bahan kering merupakan
analisis yang digunakan untuk mengetahui kadar nutrien pada suatu sampel
tanpa adanya kadar air. Pakan merupakan salah satu kebutuhan pokok hidup
ternak. Pakan merupakan sesuatu yang dimakan dan dicerna oleh ternak untuk tumbuh
dan berkembang. Pakan ternak dibagi menjadi 2 yaitu pakan hijauan dan
konsentrat. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa kadar bahan
kering hijauan pada sapi potong adalah 23,21%, sedangkan kadar bahan kering hijauan
pada kambing adalah 20,06 %. Menurut Yulianto dan Saparinto (2010), kadar
hijauan ternak potong berkisar antara 18-24 %. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin tinggi bahan kering pakan maka semakin baik dan efisien dalam
pemberian pakan. Hasil dari bahan kering konsentrat pada sapi potong maupun
kambing potong adalah 88,48 %. Hal ini sesuai pendapat Nugroho dkk., (2012)
yang menyatakan bahwa bahwa kadar bahan kering konsentrat pada ternak potong
yaitu 89,38 %. Faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya Bahan Kering pakan
adalah lama pemanenan dan pengolahannya. Hal ini sesuai pendapat Nugraha
dkk., (2013) yang menyatakan bahwa bahan kering pakan yang semakin tinggi
atau rendah dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu lingkungan dimana tanaman
tersebut tumbuh dan cara pengolahannya.
|
Lampiran
1
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2
|
Pertumbuhan dan Perkembangan
Sapi
Limpo
·
Bobot Awal Sapi I : 521 kg
·
Bobot Akhir : 525,5 kg
·
PBBH :
0,6 kg
Sapi
PFH
·
Bobot Awal Sapi II : 482 kg
·
Bobot Akhir : 498 kg
·
PBBH :
2,23 kg
Kambing
·
Bobot Awal kambing : 134,4 kg
·
Bobot Akhir : 136,72 kg
·
PBBH :
0,11 kg
|
Berdasarkan praktikum yang
telah dilakukan pertumbuhan bobot badan harian sapi Limpo yaitu 0,6 kg/ekor/hari
sedangkan PBBH sapi PFH yaitu 2,23 kg/ekor/hari. Pertambahan bobot badan sapi
Limpo masih termasuk normal karena masuk dalam rentang standar PBBH Limpo tetapi
pertambahan bobot badan sapi PFH tergolong tidak normal karena melebihi
standar pbbh PFH yaitu rata – rata 1,14 kg /ekor/hari.Menurut Rianto dkk
(2007) rata – rata pertambahan bobot badan harian sapi Peranakan Freish Holstein yaitu 1,14 kg /ekor/hari
dan sapi Peranakan Ongole rata – rata yaitu 1,09 kg /ekor/ hari. Pertambahan
bobot badan harian (PBBH) sapi Peranakan Freish
Holstein yang tinggi dapat disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya
yaitu masih adanya pakan dalam rumen saat penimbangan atau ternak belum
defekasi saat dilakukan penimbangan. Ngadiyono dkk (2001) menyatakan bahwa
faktor yang menyebabkan tinggi rendahnya PBBH ternak yaitu pakan yang diberikan,
kesehatan ternak, tingkat nutrisi pakan,jenis kelamin, bangsa sapi dan sistem
manajemen pemeliharaan. Pertambahan bobot badan harian pada kambing koloni
005 yaitu 0,11 kg/ekor/hari dan termasuk PBBH yang baik. Sadi (2014) menyatakan
bahwa rata – rata PBBH kambing pasca
sapih yaitu 100 g/ekor/hari. Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi
pertambahan bobot badan pada ternak kambing diantaranya yaitu jenis pakan
yang diberikan, kualitas bahan pakan dan jumlah pakan yang diberikan.
Murdjito dkk. (2011) menyatakan bahwa kualitas dan kuantitas pakan yang
diberikan pada ternak kambing cukup baik serta memiliki jenis pakan yang
bervariasi akan meningkatkan PBBH kambing tersebut.
|
Lampiran
2
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
3
|
Pengamatan Fisiologi
Ternak
Sapi I
·
Suhu Rektal
: 38,4 °C
·
Denyut Nadi
: 72 kali/menit
·
Frekuensi Nafas
: 30 kali/menit
Sapi II
·
Suhu Rektal
: 38,4 ºC
·
Denyut Nadi
: 78 kali/menit
·
Frekuensi Nafas
: 28 kali/menit
Kambing
·
Suhu Rektal
: 38,6 ºC
·
Denyut Nadi
: 90 kali/menit
·
Frekuensi Nafas
: 23 kali/menit
|
Dari hasil praktikum dapat
diketahui bahwa suhu rektal, denyut nadi dan frekuensi nafas pada sapi I adalah 38,4
°C, 72 kali/menit, dan 30 kali/menit,
sapi II 38,4 °C, 78 kali/menit dan 28 kali/menit, dan
kambing 38,6 ºC, 90 kali/menit dan 23 kali/menit. Dari data tersebut dapat
diketahui bahwa kondisi fisiologis pada sapi satu normal, pada sapi dua
denyut nadinya lebih tinggi dari standar dan pada kambing kambing kondisi
fisiologisnya sudah normal. Hal ini sesuai dengan pendapat Rosita dkk (2015)
yang menyatakan bahwa kondisi fisiologi kambing normalnya memiliki suhu
rektal 38,5 – 40 °C, frekuensi respiasi 20 – 54 dan jantung 70 – 135. Meurut
Novianti dkk (2013), kondisi fisiologis yang normal pada sapi adalah suhu
rektal 37,8 – 39,2 ᵒC, denyut jantung 56 – 72 kali/menit, frekuensi respirasi
10 – 30 kali/menit. Denyut jantung yang tinggi dari ternak nomor dua disebabkan
oleh kondisi lingkungan yang panas dan lembab. Menurut Rona dkk. (2016),
frekuensi detak jantung dipengaruhi oleh aktifitas fisik tubuh, latihan dan
lingkungan seperti kelembaban atau suhu udara.
|
Lampiran
11
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
4
|
Pengamatan
Fisiologi Lingkungan
Sapi
Makroklimat
Kambing
Mikroklimat
|
Berdasarkan praktikum yang
telah dilakukan mengenai fisiologi lingkungan diperoleh hasil bahwa pada pengamatan mikromilat terhadap kandang sapi
potong mempunyai suhu harian rata-rata kandang sebesar 27,54 C dan
kelembapan 82,32% serta pengamatan mikromilat terhadap kandang kambing
diperoleh hasil bahwa kandang kambing mempunyai suhu harian rata-rata 27,67C dan
kelembaban rata-rata 86,39%. Suhu dan kelembapan tersebut tergolong
normal karena sesuai dengan standar didaerah tropis seperti Indonesia yaitu
memiliki suhu 24C hingga 34C dan kisaran normal
untuk kelembaban di daerah tropis antara 60%-90%. %. Menurut
Yani
dan Purwanto (2006) suhu harian di
Indonesia berkisar antara 24C hingga 34C dan kelembaban berkisar
antara 60% hingga 90%. Suhu mikroklimat sangat mempengaruhi kondisi ternak
seperti suhu tubuh ternak, pertumbuhan, dan perkembangan karena berhubungan
langsung dengan ternak. Murtijdo
(2012) berpendapat bahwa iklim mikro merupakan faktor iklim
yang memiliki pengaruh langsung terhadap suhu dan kelembaban karena dapat
mempengaruhi suhu tubuh ternak, pertumbuhan, kegiatan merumput, dan reaksi
biokimia dalam tubuh ternak. Pengamatan makroklimat terhadap
kandang sapi potong dan kambing diperoleh hasil bahwa suhu harian rata-rata 27,70C dan
kelembapan 74,50%. Suhu dan kelembaban tersebut dipengaruhi oleh beberapa
faktor
yaitu faktor iklim, cuaca, dan musim. Purnomo (2007) menyatakan bahwa iklim
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi suhu dan kelembababan lingkungan,
apabila ternak merasa nyaman akan meningkatkan produktivitas
ternak tersebut.
|
Lampiran
12
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
5
|
Evaluasi
Pemberian Pakan
Sapi I
·
PBBH : 0,6 kg
·
Konsumsi Bahan Kering total : 11,60 kg
·
Konversi Pakan : 19,3
·
Efisiensi Pakan : 5,17 %
Sapi
2
·
PBBH : 2,3 kg
·
Konsumsi Bahan Kering total : 11,98 kg
·
Konversi Pakan : 4,99
·
Efisiensi Pakan : 20,03 %
Kambing
Potong
·
PBBH :0,11 kg
·
Konsumsi Bahan Kering total : 4,79 kg
·
Konversi Pakan : 43,64
·
Efisiensi Pakan : 2,29 %
|
Berdasarkan praktikum yang
telah dilaksanakan dapat diketahui bahwa konversi pakan pada sapi Limpo berada
diatas standar yaitu 19,3 kg dan konversi pakan pada sapi PFH berada dibawah
standar yaitu 4,99 kg sedangkan batasan konversi
pakan sapi yang baik adalah 8,56 – 13,29 kg. Hal ini menunjukkan bahwa sapi
PFH mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam mengkonversikan pakan menjadi
pertambahan bobot badan dari pada sapi Limpo karena semakin kecil nilai
konversi pakan, maka semakin efisien sapi tersebut dalam memanfaatkan pakan. Efisiensi
penggunaan pakan pada sapi Limpo berada dibawah standar yaitu 5,17% dan efisiensi
penggunaan pakan pada sapi PFH berada diatas standar yaitu 20,03%. Nilai efisiensi penggunaan pakan yang semakin tinggi pada sapi PFH
menunjukkan bahwa ransum yang dikonsumsi semakin sedikit untuk menghasilkan
pertambahan bobot badan. Hal ini sesuai
dengan pendapat Nurdiati dkk, (2012) menyatakan bahwa nilai efisiensi
penggunaan pakan yang baik untuk sapi potong berkisar 7,52%-11,29%. Pada
kambing potong dengan konsumsi bahan kering total 4,79 kg dapat meningkatkan
PBBH sebesar 0,11 kg sehingga nilai konversi pakan 43,64 dan efisiensi pakan
sebesar 2,29. konversi pada kambing potong sebear 43,64 tidak normal karena
melebihi standar yaitu antara 15 -17,
semakin kecil nilai konversi pakan berarti semakin efisien dalam
pemanfaatan pakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Alwi (2015) menyatakan
bahwa semakin rendah nilai konversi pakan maka efisiensi penggunaan pakan
semakn tinggi dan semaki besar nilai konversi pakan maka semakin kecil
efisiensi pakan. Konversi dan efisiensi penggunaan pakan dipengaruhi oleh kemampuan ternak dalam
mencerna bahan pakan, kecukupan zat pakan untuk hidup pokok, pertumbuhan dan
fungsi tubuh serta jenis dan kualitas pakan yang digunakan. Hal ini sesuai
dengan pendapat Adiwinarti
dkk,(2010) bahwa konversi pakan dan efisiensi penggunaan pakan dipengaruhi
oleh kemampuan ternak untuk mencerna bahan pakan, kecukupan zat pakan untuk
kebutuhan pertumbuhan, hidup pokok, dan fungsi tubuh yang lain serta jenis
pakan yang dikonsumsi.
|
Lampiran
6
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
No
|
Hasil Praktikum
|
Pembahasan
|
Keterangan
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
6
|
Daya Cerna Sapi
PFH
·
Bobot Feses Segar/ekor/hari : 19,975 kg
·
Bobot Feses dalam Bahan
Kering: 3,86%
·
Hasil Daya Cerna : 66,3 %
Daya Cerna Sapi
Limpo
·
Bobot Feses Segar/ekor/hari : 14,215 kg
·
Bobot Feses dalam Bahan
Kering: 3,2 %
·
Hasil Daya Cerna : 72,41 %
|
Berdasarkan
hasil praktikum dapat diketahui bahwa daya cerna pada sapi PFH sebesar 66,3
%. Nuschati (2003) berpendapat bahwa standar daya cerna sapi PFH adalah 68,32
%. Berdasarkan perbandingan hasil praktikum dan standar daya cerna sapi PFH
maka dapat diketahui bahwa daya cerna sapi PFH masih dalam kisaran normal.
Daya cerna yang normal salah satu faktor penyebabnya yaitu dari segi pakan.
Pakan dengan kandungan serat kasar yang normal akan membuat serat kasar dapat
tercerna dengan baik sehingga daya cernanya akan baik. Hatmaya (2008)
menyatakan bahwa pakan yang memiliki kadar serat kasar normal akan
memungkinkan mikroba rumen dapat mencerna serat kasar tersebut sehingga daya
cerna ternak akan normal.
Berdasarkan
hasil praktikum yang telah dilaksanakan dapat diketahui bahwa daya cerna sapi
Limpo sebesar 72,41 %. Hasil ini menunjukan bahwa daya cerna sapi Limpo
berada diatas standar. De Carvalho dan Ngadiyono (2010) menyatakan bahwa
standar daya cerna sapi Limpo sebesar 68,57 %. Faktor yang dapat mempengaruhi
nilai daya cerna diatas standar yaitu salah satunya adalah pengolahan pakan
yang akan diberikan pada ternak. Pakan yang dicacah akan menghasilkan ukuran
pakan yang lebih kecil sehingga daya cerna pakan dapat meningkat. Kurniasari
(2009) menyatakan bahwa pakan yang memiliki ukuran lebih kecil akan memiliki
tingkat daya cerna yang lebih baik dibandingkan dengan pakan yang memiliki
ukuran lebih besar.
|
Lampiran 9
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
7
|
Feed Cost per Gain
·
Pemberian Segar (kg)
Sapi Potong I
-
Hijauan : 38,56 kg
-
Konsentrat : 3 kg
Sapi Potong II
-
Hijauan : 38,06 kg
-
Konsentrat : 3 kg
Kambing Potong
-
Hijauan : 10,5 kg
-
Konsentrat : 3 kg
·
Harga Hijauan : Rp. 500,00/kg
·
Harga Konsentrat : Rp. 3.000,00/kg
·
Biaya Pakan :
Sapi Potong I :Rp.
28.280,00/kg
Sapi Potong II :Rp. 28.030,00/kg
Kambing Potong :Rp. 14.250,00/kg
·
Hasil FC/G :
Sapi Potong I :Rp. 47.133,00/kg
Sapi Potong I :Rp. 12.187,00/kg
Kambing Potong :Rp. 43.181,00/kg
|
Berdasarkan praktikum yang
telah dilakukan diperoleh hasil bahwa nilai feed cost per gain untuk sapi potong jenis limpo, sapi potong
jenis PFH dan kambing secara berturut-turut adalah Rp. 47.133,00 per
kg,
Rp. 12.187,00 per kg dan Rp. 43.181,00 per kg. Feed
cost per gain adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk meningkatkan
bobot ternak per satu satuan. Hal ini sesuai dengan pendapat Lestari dkk.
(2008) yang menyatakan bahwa feed cost
per gain yaitu biaya pakan yang dikeluarkan untuk meningkatkan
pertambahan bobot badan ternak sebesar 1 kg. Nilai dari feed cost per gain menentukan tingkat keuntungan dari proses
pemeliharaan ternak, semakin rendah nilai feed
cost per gain maka semakin besar keuntungan yang didapatkan. Feed cost per gain dapat dihitung
dengan cara menghitung jumlah pakan yang diberikan pada ternak kemudian
dikali dengan harga pakan dibagi dengan pertambahan bobot badan. Hal ini
sesuai dengan pendapat Harjanto (2011) yang menyatakan bahwa nilai feed cost per gain dapat dihitung
dengan cara mengalikan nilai konversi dengan harga ransum yang digunakan.
|
Lampiran
10
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
8
|
Evaluasi
Perkandangan
Sapi
·
Tipe Kandang :
·
Terbuka
·
Cara Penempatan Ternak :
Stall ganda tail to tail
·
Ukuran Kandang :
13,76
x 8,6 m
·
Kelengkapan Kandang :
·
Sekop, selang air, sapu lidi, ember,
sabit, kereta dorong
Kambing
·
Tipe Kandang :
·
kandang panggung
·
Cara Penempatan Ternak :
·
koloni
·
Ukuran Kandang :
10 x
6 m
·
Kelengkapan Kandang : Sekop,
selang air, sapu lidi, ember, sabit
|
Berdasarkan praktikum yag
telah dilaksanakan tipe kandang yang digunakan pada kandang sapi potong yaitu
tipe tebuka dan penempatan ternak sapi potong yaitu pada kandang tunggal yang
menggunakan stall ganda tail to tail.
Yulianto dan Saparinto (2008) menyatakan bahwa penempatan ternak sapi potong
tergantung pada lokasi perkandangan dan dana serta tipe penempatan kandang
dibagi menjadi beberapa tipe yaitu stall tunggal, stall ganda face to face dan stall ganda tail to tail. Tipe kandang kambing
potong yaitu kandang panggung dimana lantai panggung dibuat bercelah agar
kotoran dan urin dapat langsung turun ke bawah sehingga mudah dibersihkan. Hal
ini sesuai dengan pendapat Syukur dan Suharno (2014) yang menyatakan bahwa
kandang kambing dibagi menjadi 2 tipe, yaitu tipe panggung dan tipe lemprak.
Kelengkapan kandang meliputi palung, tempat minum, sapu untuk mengumpulkan
sisa – sisa pakan dan membersihkan area kandang, kereta dorong, sabit untuk
chopper hijauan, selang, sekop untuk membersihkan feses, sikat untuk menyikat
tubuh sapi saat dimandikan dan ember. Sudarmono dan Sugeng (2016) menyatakan
bahwa perlengkapan kandang sapi potong yang harus tersedia atau yang utama
yaitu tempat minum dan tempat pakan, serta dilengkapi alat pembersih yang
meliputi sapu lidi, selang air, kereta dorong, sikat dan ember.
|
Lampiran
14
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
9
|
Carrying Capacity
·
Produksi Lahan per Tahun :
·
940.625 kg/ha/tahun
·
Produksi Lahan per Hari :
·
2.577,05 kg/ha/hari
·
Produksi per Hari dalam Bahan Kering :
·
Sapi Potong I 598,19 kg/Bahan Kering/hari
·
Sapi Potong II
·
Kambing Potong
·
Hasil CC :
Sapi Potong I
66 UT
Sapi Potong II
68 UT
Kambing Potong 103
UT
|
Berdasarkan
hasil praktikum dapat diketahui bahwa produksi dari lahan seluas 7 ha adalah
940.625 kg/ha/tahun, produksi per hari 2.577,05 kg/ha/hari, produksi lahan
per hari dalam bahan kering sapi I 598,13 kg/BK/hari, bahan kering sapi II
598,13 kg/BK/hari, kambing potong 516,96 kg/BK/hari dan mampu mencukupi
kebutuhan sapi potong I 66 UT, sapi potong II 68 UT dan kambing potong 103
UT. Dapat diketahui bahwa produksi dari lahan yang digunakan berada diatas
standar. Hal ini sesuai dengan pendapat Abdullah (2009) yang menyatakan bahwa
produksi rata-rata dari rumput lapang tiap 1 hektar adalah 7,9 ton/ha/tahun.
Produksi rumput dari lahan yang digunakan tergolong tinggi, produksi rumput
yang tinggi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tingginya unsur hara
dalam tanah serta tercukupinya kebutuhan air. Hal ini sesuai dengan pendapat
Roidah (2013) yang menyatakan bahwa produksi dari tanaman dipengaruhi oleh
unsur hara yang terkandung dalam tanah serta ketercukupan air.
|
Lampiran
13
|
DAFTAR PUSTAKA
Adiwinarti, R., I. P. Kusuma dan C. M. S. Lestari.
2010. Penampilan produksi sapi PO dan PFH jantan yang mendapat pakan konsentrat
dan hay rumput gajah. J. Sains
Peternakan 8 (1) : 1 – 7.
Abdullah, L. 2009. Optimalisasi
Pemanfaatan Sumber Daya Lahan sebagai Sumber Penghasil Hijauan Pakan dalam
Upaya Peningkatan Populasi Sapi. Dalam
Seminar Nasional Percepatan Peningkatan Populasi Ternak Sapi di
Indonesia, Bogor. Tanggal 15 Oktober 2009. 327 – 335.
De Carvalho, M. D. C. dan N. Ngadiyono.
2010. Pertumbuhan dan produksi karkas sapi Peranakan Ongole dan Simmental
Peranakan Ongole jantan yang dipelihara secara feedlot. Buletin Peternakan. 34
(1) : 38 – 46.
Harjanto, S. 2011. Pengaruh
Penggunaan Ampas Tahu dalam Ransum Terhadap Performan Babi Landrace Jantan Kastrasi. Skripsi Program Sarjana Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta. (Skripsi Sarjana Peternakan).
Hatmaya, R. T. 2008. Efek Berbagai Pakan
Komplit Terhadap Daya Cerna Lemak dan Serat Kasar pada Sapi Perah. Skripsi
Program Sarjana Kedokteran Hewan Universitas Airlangga, Surabaya. (Skripsi
Sarjana Kedokteran Hewan)
Kurniasari, F., N. A. Rahmadani, R.
Adiwinarti, E. Purbowati, E. Rianto dan A. Purnomoadi. 2009. Pengaruh Level
Konsentrat Terhadap Pemanfaatan Energi Pakan dan produksi Nitrogen Mikroba pada
Sapi Peranakan Ongole. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner,
Semarang. Tanggal 20 Mei 2009. 419 – 424.
Lestari, C. M. S., E. Purbowati dan T. Santoso.
2008. Budidaya Kelinci Menggunakan Pakan Limbah Industri Pertanian Sebagai
Salah Satu Alternatif Pemberdayaan Petani Miskin. J. penelitian Peternakan. 5 (2) : 1 – 7.
Murdjito, G., I. G. S. Budisatria,
Parjono, N. Ngadiyono dan E. Baliarti. 2011. Kinerja kambing bligon yang dipelihara peternak di desa Giri Sekar, Panggang,
Gunungkidul. Buletin Peternakan. 35 (2) : 86 – 95.
Ngadiyono, N., H. Hartadi, M.
Winugroho, D. D. Siswansyah dan S. N. Ahmad. 2001. Pengaruh pemberian bioplus
terhadap kinerja sapi Madura di Kalimantan Tengah. J. Ilmu Ternak dan
Veteriner. 6 (2) : 69 – 75.
Novianti,
J., B. P Purwanto dan A. Atabani. 2013. Respon fisiologis dan produksi susu
sapi perah FH pada pemberian rumput gajah (Pennisetum
purpureum) dengan ukuran pemotongan yang berbeda. J. Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan. 1 (3) : 138 –
146.
Nugraha,
B. D., E. Handayanta dan E. T. Rahayu. 2013. Analisis daya tampung (carrying
capacity) ternak ruminansia pada musim penghujan di daerah pertanian lahan
kering Kecamatan Semin Kabupaten Gunung Kidul. J. Tropical Animal Husbandry. 2 (1):
34 – 40.
Nugroho,
S. S., S. P. S. Budhi dan Panjono. 2012. Pengaruh penggunaan konsentrat dalam
bentuk pellet dan mash pada
pakan dasar rumput lapangan terhadap palatabilitas dan kinerja produksi kelinci
jantan. Buletin Peternakan. 36 (3) : 169 – 173.
Nurdiati, N, E.Handayanta dan Lutojo.
2012. Efisiensi produksi sapi potong pada musim kemarau di peternakan rakyat
daerah pertanian lahan kering kabupaten Gunung Kidul. J. Tropical Animal
Husbandry. 1 (1): 52 – 58.
Nuschati, U. 2003. Penggunaan Kaliandra (Calliandra colothyrsus) Sebagai Substitusi pada Konsentrat pada Penggemukan
Sapi Peranakan Freision Holstein Jantan. Skripsi Program Sarjana Peternakan
Universitas Diponegoro, Semarang. (Skripsi Sarjana Peternakan).
Rianto, E., M. Wulandari dan R.
Adiwinarti. 2007. Pemanfaatan protein
pada sapi jantan peranakan ongole dan peranakan friesian holstein yang mendapat pakan rumput gajah, ampas tahu dan
singkong. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Hal 64
– 70.
Roidah, L. S. 2013. Manfaat
penggunaan pupuk organik untuk kesuburan tanah. J. Universitas Tulung Agung. 1 (1) : 30 – 42.
Rona, T. L., I. N. Suartha, dan M.
K. Budiasa. 2016. Frekuensi detak jantung sapi Bali betina pada kebuntingan
trimrster ke II. Buletin Veteriner Udayana. 8 (2) : 106 – 111.
Rosita,
E., L. G. Permana, T. Toharmat dan Despal. 2015. Kondisi fisiologi, Profil
darah, dan status mineral pada induk dan anak kambing peranakan etawa (PE).
Buletin Ilmu Makanan Ternak. 102 (1)
: 9 – 18.
Sadi, R.
2014. Performans Kambing Marica dan Kambing Peranakan Etawah (PE) Betina yang Dipelihara
secara Intensif. Skripsi Program Sarjana Peternakan Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin, Makassar. (Skripsi Sarjana Peternakan).
Sudarmono, A. S. dan
Y. B. Sugeng. 2016. Panduan Beternak Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Syukur, A. dan B.
Suharno. 2014. Bisnis Pembibitan Kambing. Penebar Swadaya, Jakarta.
Yulianto,
P dan C. Saparinto. 2010. Pembesaran Sapi Potong Secara Intensif. Penebar
Swadaya, Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar